Konten [Tampil]
Bapak selalu menjadi lelaki terbaikku. Beliau menjadi cinta keduaku setelah ibu. Beliau hanya seorang guru madrasah swasta yang sangat menolak menjadi pegawai negeri pada masanya lewat jalur uang dan beberapa kerabat ibu selalu memandang remeh bapakku karena dianggap gajinya yang rendah. Hingga akhirnya kami sekeluarga bisa memiliki rumah di tanah warisan Bapak membuat mereka yang meremehkan bapak diam. Beliau yang keras dan disiplin saat mengajar kami bertiga mengaji alquran. Beliau pula yang selalu diam tatkala anaknya protes sebagai wujud demokrasi dalam keluarga tapi tak henti menjadi pengingat anak-anaknya untuk tetap beristiqamah di jalanNya.
"Pak, aku ndak mau mondok dulu, tapi juga ndak mau milih jurusan keagamaan, aku lebih suka mata pelajaran ipa, daripada hafalan hukum fikih dan bala-balanya"
"Pokoknya aku pindah ke SMAN, ndak mau ke madrasah lagi, Pak"
"Kakak-kakakku bisa milih, kenapa aku tidak?"
Mungkin Bapak yang statusnya sebagai guru agama bahkan guru madrasah diniyah sudah gregetan atau bahkan malu memiliki anak-anak yang super bandel seperti kami bertiga. Maafkan kami, Pak. Ndak bisa menjadi kebanggaan bagi Bapak yang bisa lancar baca kitab kuning. Bapak yang selalu nggremeng, kitab kuning sebanyak itu siapa yang mau meneruskan baca sampai berharap menantunya nanti yang bisa mewarisi kitab-kitab tersebut #duh.
Bapak, sekali lagi maafkan Naqi. Belum bisa membanggakan Bapak. Tapi berkat doa bapak, Naqi bisa sedikit mengabulkan keinginan bapak, menjadi pendidik di perguruan tinggi. Naqi selalu berdoa untuk bapak semoga selalu sehat dan diberi penjagaan olehNya. Aamiin
Post a Comment
Post a Comment