Beberapa jam yang lalu sebelum tulisan ini tayang, aku masih belum menentukan mau menulis apa dengan topik tempat wisata. Dasar anaknya kurang suka bepergian ke tempat wisata pada umumnya. Sekalinya pergi ke tempat wisata, wisata hati religi alias makam para ulama. Dan sialnya, dokumentasi tidak pernah tersimpan dengan baik *sigh.
Kemudian seorang teman menyarankan untuk menuliskan wisata drakor selama pandemi. Akan tetapi, aku malah kepikiran untuk menuliskan ulasan film yang beberapa waktu yang lalu baru saja kutonton di Bioskop Online. Oke, karena penayangan film Pulau Plastik sendiri sudah berakhir kemarin tanggal 11 Juli 2021, aku akan mengajak kalian jalan-jalan dari hasil nontonku sekalian spoiler saja ya, haha. Markicus, mari kita cus!
Jalan-jalan ke Pulau Plastik
Sinopsis Pulau Plastik
Pulau Plastik menceritakan tentang tiga orang, yakni Gede Robi, vokalis band rock Navicula asal Bali, Tiza Mafira, pengacara muda asal Jakarta, dan Prigi Arisandi, ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Timur dalam menelusuri jejak sampah plastik. Mereka ingin mengetahui sejauh mana jejak sampah plastik itu menyusup ke rantai makanan dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, serta apa yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.
Trailer Pulau Plastik
Fun Facts Film Pulau Plastik
1. Bercerita perjalanan perjuangan pemuda
Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, film ini berkisah tentang Gede Robi, Tiza Mafira, dan Prigi Arisandi. Berasal dari 3 daerah yang berbeda, dengan satu tujuan yang sama, menyuarakan isu lingkungan dan menggaungkan kampanye tolak plastik sekali pakai ke level nasional. Dalam perjalanannya itulah, mereka menelusuri seberapa jauh sampah plastik masuk ke dalam kehidupan kita.
“Film ini memotret satu bagian sejarah manusia di Indonesia yang berusaha keluar dari masalah tanpa menimbulkan masalah baru.” Rahung Nasution, Pulau Plastik, 2021
2. Berawal dari series menjadi film layar lebar
Fakta unik lainnya adalah film ini berawal dari series produksi Kopernik dan Akarumput yang terdiri dari empat episode yang masing-masing episode memiliki durasi 20 menit dan judul yang berbeda. Masing-masing episode secara berurtan berjudul Segara Kertih (Harmoni dengan Lautan Kita), Karmhapala (Konsekuensi Tindakan Kita), Bedawang Nala (Penyu yang Membawa Dunia), dan episode terakhir berjudul Tri Hita Karana (Hubungan Manusia, Tuhan dan Alam).
Pada akhirnya Pulau Plastik menjadi film dokumenter ke-12 yang pernah tayang di bioskop
Indonesia.
3. Kolaborasi jurnalisme investigasi dengan budaya populer
"Pulau Plastik bukan hanya kolaborasi para produser, filmaker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan dan seni." Dandhy Laksono, Pulau Plastik 2021
4. Menggambarkan kondisi laut Indonesia
Dibuka dengan penampakan perairan Bali yang penuh dengan sampah plastik dan sejenisnya, serta scene seseorang yang memisahkan jenis sampah seperti kotak makanan dari kertas, tas kresek plastik, plastik oxodegradable, PLE kemudian membawanya ke kedalaman 8 m, di mana pada lingkungan ini dianggap plastik berada.
Namun ternyata setelah 6 bulan benda ini diambil kembali yang rusak adalah kotak makanan dari kertas, sementara yang lain masih utuh. Bahkan yang dicap biodegradable pun yang terurai hanya komponen alaminya saja, komponen sintetiknya masih kokoh tak tertandingi :((.
"Produksi makanan itu kebanyakan bukan dari darat asalnya paling banyak, tapi dari laut. Nah, kita pada tahun 2050 nanti lebih banyak plastik, mau makan plastik?"
5. Sebagai Sosialisasi Kampanye Bahaya Plastik
Pulau Plastik ini menyoroti isu lingkungan utamanya sampah plastik yang bukan hanya menjadi masalah di Indonesia tapi juga di dunia. Sudah jelas dari kisah tiga sosok yang memiliki profesi yang berbeda ini bersikeras untuk mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan plastik sekali pakai.
Daur ulang yang digaungkan sebagai solusi limbah plastik pun hanya 9% yang berhasil dilakukan. sementara 12% sampah yang dibakar, sisanya masih menjadi sampah dan sederet turunan masalah lingkungan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
"Indonesia saat ini menyandang gelar sebagai negara kedua terbesar di dunia sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan." Gede Robi, Pulau Plastik, 2021
6. Iringan musik dan liriknya sangat asyik
"harus ada yang wujudkan kata-kata,agar tak terpenjara dikepung wacana.Karena diam tak kan jawab pertanyaantapi kalau bicara lebih bermakna jikakau pikir, kau bilang, kau lakukan"
Ulasan dan Kesan
Aku menonton film ini setelah mengikuti sesi lokakarya pada Festival Patjar Merah bulan kemarin. Lokakarya bersama Mas Dandhy Laksono yang setelah acara lokakarya, peserta diberi voucher potongan harga dari bioskop online. Dan aku sangat bersyukur dengan adanya kesempatan untuk menonton film yang tak bisa untuk dilewatkan pada tahun ini.
Film Pulau Plastik menggambarkan perjalanan penelusuran sampah plastik sampai masuk ke tubuh manusia. Yah, lebih seramnya, plastik yang tak bisa terurai ini malah menjadi mikroplastik, plastik dalam ukuran mikrometer (0,1 cm). Pada akhirnya, mikroplastik ini yang masuk ke ikan, dan akan menjadikan ikan yang kita makan terkontaminasi mikroplastik. Ya, kita tanpa sadar akan mengkonsumsi mikroplastik.
Lalu, kita tahu betul kan, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Mikroplastik yang kita konsumsi terus menerus akan menumpuk, mengganggu lalu merusak sistem pekerjaan organ dalam kita bukan? Sebuah rantai makanan yang mengerikan. :")
"Apa yang kita buang akan kembali ke meja makan kita" Prigi Arisandi, Pulau Plastik 2021
Usai menonton film ini, yang kurasakan adalah miris, sedih, tercengang campur aduk jadi satu. Ya, sedih dan merasa dholim menjadi manusia, tapi sedikit optimis juga kalau kita mau bergerak bersama dan menjalankan peran khalifah fil ardl dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya, Apa?
Setelah diajak jalan-jalan dan menjelajah ke Pulau Plastik, lantas langkah apa yang akan kita ambil? Sesuai dengan tujuan film ini dibuat adalah sebagai salah satu bentuk kepedulian sineas dengan isu lingkungan, maka mari kita sedikitnya peka dan bergerak untuk bumi, Indonesia khususnya agar lingkungan kita bisa berubah menjadi lebih baik. Karena bukan hanya tentang sekarang, tapi untuk warisan masa depan anak cucu kita nantinya.
Tidak membuang sampah sembarangan itu tidak cukup, tapi kita perlu mengurangi bakal sampahnya, terutama plastik. Dan tentunya pada momentum Iduladha ini, mari kita usahakan berkurban tanpa plastik. Susah, memang. Plastik untuk membungkus daging kurban bisa diganti dengan dedaunan, daun jati atau daun pisang, atau dengan besek.
"Kami di Bali percaya dengan hukum Karmaphala, apa yang kita perbuat, itulah hasil yang kita terima. Baik maupun buruk." Gede Robi, Pulau Plastik 2021
Post a Comment
Post a Comment