Arswendo Atmowiloto merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang pernah dipenjara. Menyakiti umat islam saat itu, memang. Tapi tak bisa dinafikan lagi, begitu banyak sumbangsih karyanya dalam dunia sastra hingga pertelevisian di negeri ini. Simak dalam tulisan berikut ya.
Profil
Untuk profil Arswendo Atmowiloto sendiri penuh dengan lika-liku yang tak pendek.
Kehidupan Pribadi
Arswendo Atmowiloto lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 November 1948 dengan nama asli Sarwendo. Ia mengubah namanya menjadi Arswendo dan menambahkan nama bapaknya, Atmowiloto di belakang. Hal ini disebabkan namanya kurang komersil dan terkenal.
Arswendo awalnya beragama Islam, namun kemudian berpindah menganut Katolik dengan nama baptis Paulus. Ia menikah dengan perempuan yang seiman, Agnes Sri Hartini tahun 1971 dan dikaruniai tiga anak, antara lain Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara.
Ia tinggal di Jakarta dengan istri, tiga anak yang sudah dewasa dan berkeluarga, lima cucu, seekor anjing yang setia, ratusan lukisan "kapas berwarna" yang dibuatnya saat dia ada di penjara.
Pendidikan
Setelah lulus sekolah menengah atas, ia melanjutkan ke Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Arswendo semula bercita-cita menjadi dokter atau menjadi pemimpin di salah satu instansi pemerintah. Akan tetapi, cita-cita itu tidak tercapai. Meskipun begitu, ia tidak berputus asa. Ia pernah mengikuti program penulisan kreatif di Lowa University, Amerika Serikat.
Pengalaman Karier
Setelah keluar dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, ia bekerja di pabrik bihun, kemudian di pabrik susu. Dia pernah juga bekerja sebagai penjaga sepeda dan sebagai pemungut bola di lapangan tenis karyawan Pabrik Gula.
Arswendo mulai merintis kariernya sebagai sastrawan sejak tahun 1971. Cerpen pertamanya berjudul “Sleko”, yang dimuat dalam majalah Mingguan Bahari. Di samping sebagai penulis, ia juga aktif sebagai pemimpin di Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, Solo (1972).
Setelah itu, ia bekerja sebagai konsultan penerbitan Subentra Citra Media (1974—1990), sebagai pemimpin redaksi dalam majalah remaja Hai, sebagai pemimpin redaksi/penangung jawab majalah Monitor (1986), dan pengarah redaksi majalah Senang (1998).
Dalam karier jurnalistik, ia sempat memimpin tabloid Monitor, sebelum terpaksa menghuni penjara (1990) selama lima tahun. Ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia ditahan dan dipenjara karena satu jajak pendapat.
Pada waktu itu, tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat mengenai tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad SAW, yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum dan divonis hukuman lima tahun penjara karena tulisannya dianggap subversi dan melanggar Pasal 156 A KUHP dan Pasal 157 KUHP. Setelah itu, ia menyatakan penyesalannya dan meminta maaf kepada masyarakat melalui media TVRI dan beberapa surat kabar ibu kota.
Kematian
Pada bulan Juni 2019, pihak keluarga menyatakan bahwa sejak dua bulan yang lalu, Arswendo telah mengidap kanker prostat. Ia meninggal dunia pada sore hari tanggal 19 Juli 2019 di rumahnya, Jakarta Selatan. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di tempat pemakaman San Diego Hills, Karawang.
Karya
Arswendo Atmowiloto merupakan penulis serba bisa yang sebagian besar karyanya berupa novel. Isi ceritanya bernada humoris, fantatis, spekulatif, dan suka bersensasi. Karyanya sering dimuat dalam berbagai media massa, antara lain Kompas, Sinar Harapan, Aktual, dan Horison. Karangannya antara lain diterbitkan oleh penerbit Gramedia, Pustaka Utama Grafiti, Ikapi, dan PT Temprint. Puluhan karyanya telah dibukukan, sebagian diangkat ke layar televisi dan film.
Pengalaman dalam penjara tak membuatnya berhenti untuk berkarya. Justru di dalam penjara, ia semakin produktif menghasilkan karya-karya sastra. Bahkan tak sedikit yang juga masuk program acara drama serial di televisi. Berikut karya-karya beliau yang tak lekang oleh waktu:
Buku
- Sleko (1971)
- Ito (1973)
- Lawan Jadi Kawan (1973)
- Bayiku yang Pertama: Sandiwara Komedi dalam 3 Babak (1974)
- Sang Pangeran (1975)
- Sang Pemahat (1976)
- Bayang-Bayang Baur (1976)
- 2 x Cinta (1976)
- The Circus (1977)
- Semesta Merapi Merbabu (1977)
- Surat dengan Sampul Putih (1979)
- Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku (1980)
- Dua Ibu (1981)
- Saat-Saat (1981)
- Pelajaran Pertama Calon Ayah (1981)
- Serangan Fajar (1982)
- Airlangga (1985)
- Anak Ratapan Insan (1985)
- Pacar Ketinggalan Kereta (skenario dari novel Kawinnya Juminten,1985)
- Pengkhianatan G30S/PKI (1986)
- Dukun Tanpa Kemenyan (1986)
- Akar Asap Neraka (1986)
- Garem Koki (1986)
- Canting: Sebuah Roman Keluarga (1986)
- Indonesia from the Air (1986)
- Telaah tentang Televisi (1986)
- Lukisan Setangkai Mawar: 17 Cerita Pendek Pengarang Aksara (1986)
- Tembang Tanah Air (1989)
- Menghitung Hari (1993)
- Oskep (1994)
- Abal-abal (1994)
- Berserah Itu Indah: Kesaksian Pribadi (1994)
- Auk (1994)
- Projo & Brojo (1994)
- Sebutir Mangga di Halaman Gereja: Paduan Puisi (1994)
- Khotbah di Penjara (1994)
- Sudesi: Sukses dengan Satu Istri (1994)
- Suksma Sejati (1994)
- Surkumur, Mudukur, dan Plekenyun (1995)
- Kisah Para Ratib (1996)
- Darah Nelayan (2001)
- Dewa Mabuk (2001)
- Kadir (2001)
- Keluarga Bahagia (2001)
- Keluarga Cemara 1
- Keluarga Cemara 2 (2001)
- Keluarga Cemara 3 (2001)
- Pesta Jangkrik (2001)
- Senja yang Paling Tidak Menarik (2001)
- Dusun Tantangan (2002)
- Mencari Ayah Ibu (2002)
- Mengapa Bibi Tak ke Dokter (2002)
- Senopati Pamungkas (1986/2003)
- Fotobiografi Djoenaedi Joesoef: Senyum, Sederhana, Sukses (2005)
Sangat banyak kan? Jangan sampai kebencian kita terhadap kasusnya menutup mata tentang karyanya yang ikut andil dalam dunia sastra Indonesia.
Film
Dunia pertelevisian memang sudah menarik perhatiannya sejak ia memimpin tabloid Monitor. Karya-karyanya yang pernah terkenal seperti Imung, Keluarga Cemara, Senopati Pamungkas (cerita Silat), Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku dan Canting diangkat sebagai drama serial di televisi.
Penutup
"Ada yang mengatakan saya ini gila menulis. Ini mendekati benar, karena kalau tidak menulis saya pastilah gila, dan karena gila makanya saya menulis." - Arswendo Atmowiloto
Referensi:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Arswendo_Atmowiloto
- http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Arswendo_Atmowiloto
Pengen bisa nulis serapi ini.
ReplyDeleteWooow... lengkap sekali artikelnya. Barakallah...
ReplyDeleteBunda nggak dapat referensi lengkap begini ☺️