Halo, Gais. Kembali lagi dengan buku rekomendasi dariku yah. Jangan bosan dulu, karena buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini adalah salah satu buku favoritku selama ini.
Ulasan Buku
Blurb
Serial Cak Dlahom mulanya dimuat di situs mojok.co selama ramadan 2015 dan 2016. Telah dibaca lebih dari enam ratus ribu kali, kini sufi ala Madura ini hadir lewat buku untuk mengajak kita merenungkan kesombongan kita yang acap merasa lebih pintar.
Buku ini menceritakan tentang kehidupan di suatu kampung bersama dengan penduduknya yang memiliki karakter yang beraneka ragam. Ada Mat Piti yang suka membantu tetangganya, Ada juga Cak Dlahom yang dianggap kurang waras sama orang dikampungnya, Ada juga Romlah putrinya Mat Piti yang menjadi kembang di desanya, Ada juga Pak Lurah dan lainnya.
Identitas Buku
Identitas buku ini bisa dilihat di bawah
Review
Buku yang judulnya mengganggu sejak dipameri salah satu senior. Aku baru tahu isi buku ini adalah tulisan serial Ramadhan selama dua tahun di situs web mojok.co. Sejak pertama kali tayang, kisah sufi Cak Dlahom ini digemari.
Cak Dlahom adalah tokoh utama dalam buku ini. Seorang duda tua yang hidup sendiri di sebuah gubuk dekat kandang kambing milik pak Lurah di sebuah desa terpencil. Perilakunya yang sering menjadi komentator mengenai substansi ibadah membuat para tetangganya berpikir dan merenungkan kembali.
Akan tetapi aku suka banget sama karakter Cak Dlahom ini. Tingkah dan ucapannya emang terkesan aneh, tapi ada benarnya juga. Mengena sekali segala tingkah lakunya untuk menyentil perilaku kita sehari-hari dalam beragama.
"Semua keinginanmu itu pada dasarnya nafsu, Gus. Ia meletup-meletup di dadamu. Marah. Dengki. Dendam. Malas. Bosan. Ingin berbuat baik. Ingin beribadah. Dan sebagainya. Semua nafsu, Gus". (hal 165)
Gaya menulis Cak Rusdi sekilas mengingatkanku kepada Markesot-Nya Cak Nun (Emha Ainun Najib) yang cukup menguliti dalam-dalam pemahaman atas agama islam kita secara umum. Secara garis besar kisah Cak Dlahom sangat bisa dinikmati dengan santai tapi juga mengajak berpikir ulang, satir tanpa menghakimi. Dialog yang jenaka tapi cukup mengena. Jleb, deh.
Sejak pertama membaca judulnya saja aku sudah jatuh cinta pada buku ini. Entahlah, jatuh cinta pada judul? Mungkin saja. Dan setelah menyelesaikan membaca buku ini, benar-benar puas. Kisah Cak Dlahom benar-benar menguliti pemahaman agama islam kita secara halus.
“Salatmu dan sebagainya adalah urusanmu dengan Allah, tapi Sarkum yang yatim dan ibunya yang kere mestinya adalah urusan kita semua.” (hal. 116)
Judul sub-babnya dalam kisah ini pun tidak kalah unik. Beberapa kisah favoritku ada Menghitung Berak dan Kencing, Benarkah Kamu Merindukan Ramadan?, Zakat dan Sekantong Taek, dan Membakar Surga, Menyiram Neraka. Kisah-kisah yang dituturkan penulis sangat dekat dengan kehidupan kita sebagai umat muslim. Betapa banyak dasar ajaran agama islam yang terlupakan. Namun dikemas dengan kisah yang menertawakan orang. Sangat menghibur, karena menurutku saat kita menertawakan orang-orang dalam buku ini tanpa sadar kita juga menertawakan diri sendiri.
Selanjutnya, yang dimaksud “bodoh” pada judul buku ini mungkin tentang bagaimana manusia dengan segala kekurangannya. Manusia adalah makhluk yang bodoh jika disandingkan dengan Tuhan. Tentang bagaimana manusia sudah merasa pintar untuk bisa memahami perintah-perintah Tuhan, yang sebenarnya jika digali lebih dalam bisa membuat tersadar bahwa kita memang makhluk yang bodoh. Bahkan lebih dari bodoh. Merasa pintar, bodoh saja tak punya.
Penutup
Terakhir, terima kasih Cak Rusdi telah menuliskan Cak Dlahom ini dengan begitu apik. “Apakah cara beragamaku selama ini sudah benar?” Pertanyaan itulah yang terpikir selama membaca buku ini. Alfatihah.
Post a Comment
Post a Comment