Aku pun langsung berpikir. Lah, kalau tukang pompa sudah selesai benerin dari tadi, lalu betis yang kulihat itu milik siapa. Aku bergidik ngeri. Aku pun turun dan langsung mendatangi ibu.
"Buk, tadi kok aku lihat hal ngeri ya, Buk?"
"Apa yang kamu lihat? Minum dulu, biar rileks."
"Sepasang betis,," belum selesai aku menjawab sudah dipotong ibu.
"Hitam lusuh ya?"
"Loh, kok Ibuk tahu? Ibuk pernah melihat juga?"
Seperti biasa ibu hanya tersenyum dan tak menjawab pertanyaanku. Kemudian pada waktu sore menjelang maghrib, sudah menjadi kebiasaan bapak pulang dari mengajar sore di madrasah diniyah dan menuju ke kandang kambing. Tak selang lama, masku pulang dari pondok tempat dia mengajar dan langsung mandi.
Saat bapak hendak masuk ke rumah lewat pintu belakang, bapak berseru dengan nada yang agak marah,
"Ini siapa yang dari kebun ndak mau cuci kakinya? Jadinya kotor campur tanah merah semua ini latarnya."
Aku dan ibuk hanya bisa berpandangan. Karena kami berdua tahu, tidak ada siapa pun dari kami yang dari kebun. Aku yang sibuk dengan kandang baru untuk anak ayam dan ibuk yang berjibaku dengan penilaian anak didiknya.
"Aku dan ibuk tadi belum ke kebun sama sekali kok, Pak!" jawabku sambil melirik masku meminta konfirmasi dari dia.
"Cek saja pada sepatuku yang baru datang, Pak. Ada bekas tanah merah ndak?" usul masku dengan santai.
Aku segera mengecek keluar, dan benar-benar ada bekas jejak kaki tanah merah yang arahnya dari pintu belakang menuju kebon. Dan melihat sepatu masku yang sangat bersih malah tidak mungkin dari kami.
Atau jangan-jangan itu adalah hasil karya dari betis kaki tadi yang kulihat, sepintas pikiran nakal ini muncul begitu saja. Aku menggelengkan kepala dan segera menolak imajinasi nakalku tersebut.
Usai salat maghrib berjamaah, aku segera menceritakan apa yang kulihat tadi sore dan kuhubungkan sama jejak kaki bertanah merah yang ditemukan bapak. Terlihat bapak dan ibu sangat terdiam. Dan akhirnya mereka bergantian membuka tabir selama ini.
Bapak mengakui bahwa tanah warisan keluarga ini memang memiliki penunggu. Apalagi dulu simbah kakung semasa hidupnya terkenal sering memiliki khodam, makhluk halus yang berasal dari benda pusaka maupun ilmu kebatinan. Dan sisa-sisa khodam itu beberapa masih melekat di barang kepemilikan simbah yang termasuk tanah warisan keluarga ini.
Simbah kakung merupakan salah satu orang yang babat alas desa yang ada di salah satu desa di kabupaten Blora, Jawa Timur ini. Beliaulah orang yang membuka pendidikan dasar agama Islam terutama belajar baca tulis Alquran untuk penduduk setempat yang masih kental dengan pesugihannya.
Dari berbagai cerita yang kami alami akhir-akhir ini, bapak dan ibuku akhirnya menggelar kirim doa kepada para orangtua dengan mengundang keluarga, tetangga sekitar dan beberapa kiai setempat. Acara ini selain untuk mengirim doa para sesepuh juga mendoakan semoga di rumah yang ada di tengah hutan keluarga ini selalu damai dan sentosa.
Beberapa hari kemudian setelah acara kirim doa, datanglah sepupu bapak dari Blitar bersilaturahim dan meminta maaf karena belum bisa hadir saat acara kemarin. Saat disambut dengan bapak dan ibuk, sepupu bapak berkata,
"Masya Allah, Kalian ini kok sangat berani ya buat rumah di tanah pak de ini. Salut! Penunggunya banyak loh, Kak! Terus legenda betis hitam yang dulu dikatakan Mbah masih ada ndak, Kak? Kalian pernah dihantui apa saja, Kak?" (tamat)
Episode 1: Rumah di Tengah Hutan (1)
Episode 2: Rumah di Tengah Hutan (2)
Episode 3: Rumah di Tengah Hutan (3)
Episode 4: Rumah di Tengah Hutan (4)
Episode 5: Rumah di Tengah Hutan (5)
Episode 6: Rumah di Tengah Hutan (6)
Episode 7: Rumah di Tengah Hutan (7)
hwah mantap nih tujuh hari berturut-turut buat cerita bersambung untuk tantangan ODOP. Akhirnya, tinggal nunggu kelulusan, ya.
ReplyDeleteIyaaa, pak. Itu pun banyak ngutang, hwehehehe. Bismillah, lulus ODOP :3
DeleteAuto takut nih... mau gak di baca, wajib baca. Jadi takut ngelihat di balik tangga atau pintu
ReplyDeletekenapa horor begini sih, haduh wkwkwk malem-malem pula bacanya. kabur daaah ...
ReplyDeleteUntung bacanya pagi.. Merinding dah kalau bacanya malem. Hantu betis lusuh, duh bayanginnya ja aku udah ngerii... Mang dasarnya penakut akutuh mbak!!
ReplyDeleteKarena pernah melihat yang begini, alhamdulillah nggak takut. Cuma nggak nyaman aja. Harus banyak dzikir karena jin nasab agak susah dihilangkang
ReplyDeleteMasya Allah ini terus nulisnya gak sambil bayangin kan hehehee. Padahal pikiranku rumah tengah hutan tuh sejuk..adem hahaha baca ini auto agak berbeda hahhaa
ReplyDeleteMbak saya aslinya penakut, tapi ceritanya bikin saya penasaran baca, akhirnya baca sampe akhir
ReplyDeleteWaduh pas baca malam-malam gini.... Ngeri.. Sukses nih penulisnya membuat cerita horor.
ReplyDeleteHaiyaaaah nemu cerita horor lagi nikih, harus manjat dlu dari part 1. Dag dig dug ....
ReplyDeleteBikin merinding ceritanya... Gak bayangin kalau seandainya saya yang mengalami sendiri...
ReplyDeleteWaah selamat sudah menuntaskan cerbungnya ya mbak 🙊 cerita horor selalu bikin nagih dan merindinh haha
ReplyDeleteKenapa cerbungnya pada horor2 sih... mana bacanya dini hari, sendirian lagi. Jadi makin serem kan, wkwk.
ReplyDeleteMasyaa Allah, baru sadar aku bacanya malam jum'at..
ReplyDeleteDuh, berani ke toilet gak ya nih.. Wkwkk,,
.
Btw, keren mba cerbung 7 hari berturut".. 😆
Aku baru baca yg ini. Aku relate sama cerita itu karena pernah tingga di rumah angker juga hahahaha. Untung dah pindah.
ReplyDeleteAku mau baca part sebelumnya ah, penasaran. Berarti keluarga jg dah tau misteri betis lusuh itu ya. Tapi ak mau tanya..
Kenapa sih yg dibahas betis bulan kaki? Wkwkwkwk penasaran