Novel Dompet Ayah Sepatu Ibu
Berikut identitas dan blurb novel yang terinspirasi dari kisah orang tua penulis ini.
Identitas Buku
Dompet Ayah Sepatu Ibu • J. S. Khairen • Grasindo • cet. vii, Februari 2024) • 216 hlm.
Blurb Buku
Ada deras keringat ayah dan banjir tangis ibu dalam langkah kakimu hari ini.
Duna jahat dan kau kalah? Lihat telapak tanganmu. Ayah selalu menempa tangan itu agar tak menyerah. Ibu tak henti memapah tangan itu untu kberdoa. Bangkitlah untuk melangkah.
Ini kisah tentang ayah dan ibu, yang cintanya lahir bahkan sebelum kau lahir, yang cintanya tumbuh bahkan sebelum kau bertumbuh.
Ini kisah tentang ayah dan ibu, yang tangisnya mampu menyalakan api, yang tangisnya mampu memadamkan api.
Api paling panas menyala saat ayah dan ibu menangis kecewa. Api paling panas padam oleh tangis perjuangan ayah dan ibu. Maka, ingatlah selalu rumah.
Review Novel Dompet Ayah Sepatu Ibu Karya J.S. Khairen
Novel yang bercerita tentang perjuangan cita dan cinta Zenna dan Asrul. Bagaimana mereka berdua dari latar keluarga yang sama-sama harus bertahan hidup dari keterbatasan keadaan. Demi memperjuangkan hidup yang lebih layak, dua anak yang tinggal di pinggang gunung Singgalang dan satunya di lereng gunung Marapi ini melakukan segala hal asal halal.
Apa material termahal di dunia? Tangis bangga ayah dan ibumu. (hlm. 1)
Bekerja di mana pun asal mereka bisa nabung untuk meraih cita-cita. Salut. Dan akhirnya berbuah dengan manis. Apakah happy ending? Ya namanya kehidupan, suka duka pasti selalu mengiringi :").
Bang, ini pengalaman hidup beneran apa gimana? Nama Jovan auto kepikiran ini plesetan nama Bang Jombang ya.
Kalimat umi-nya Asrul selama membaca novel ini terngiang-ngiang mirip seperti nasehat almarhumah ibuk. Yang tak berkah, tak jadi darah. Favorite dah. Konfliknya terasa dekat, hehe. Jadi kangen bapak dan langsung kirim al-fatihah untuk ibuk💚.
Kekurangan novel ini yaitu kurang tebel Bang. Cepet amat belum dua jam di kereta udah tamat aja.
Ibumu punya retak. Ayahmu punya retak. Memaafkan mereka adalah obat segala obat. (hlm.184)
Sengaja membaca novel ini di perjalanan kali ini biar nggak ngantuk, soalnya turun bukan di stasiun terakhir, takut kebablasan kalau dipake tidur.
Tapi sepertinya sebuah kesalahan membaca novel ini di kereta api. Tangis dan tawa bergantian selama membaca novel ini. Sejak episode pertama kepergian Abaknya Zenna sudah ada bawang disini. Selanjutnya ketawa pas baca tingkah Asrul yang sungguh di luar nurul, jadi makelar surat cinta. Barangkali nangis-ketawa sendiri sudah dianggap nggak waras tapi biarin, bodoamat aku nggak kenal aja sama orang sebelahku dan depanku.
Salam takzim untuk ayah dan ibunya bang @js_khairen
Post a Comment
Post a Comment